Rabu, 13 Juni 2018

Untuk PPSM Magelang Bangkit!



Beberapa hari yang lalu media sosial pendukung PPSM Magelang mendadak ramai. Alasannya, munculnya kabar yang disertai scan-an surat dari PSSI bahwa hak PPSM untuk mengikuti Liga 3 putaran nasional resmi gugur. Hilang harapan, setelah beberapa waktu yang lalu PPSM menyatakan absen dari keikutsertaan di Piala Indonesia, kini berdampak dengan gugur juga hak untuk main di Liga.

Bagi sebagian supporter, mungkin kabar ini terlalu mengejutkan. Mengingat, klub yang selalu mereka nanti-nantikan kabar baiknya malah tiba-tiba muncul dengan kabar yang kurang baik. Apalagi mereka baru saja diberi harapan dengan adanya pertandingan seremonial peringatan hari jadi klub ke-99 yang disertai peluncuran jersey spesial ulang tahun juga. Harapan akan kepastian berkomepetisinya PPSM musim ini juga semakin besar ketika kemarin ada peluncuran jersey prematch dari apparel reds. Jersey prematch, jersey resmi spesial 99 tahun dan kebiasaan punya skuat yang biasanya muncul dadakan ketika menjelang kompetisi, lengkap alasan untuk husnudzon kalau musim ini ikut kompetisi. Walaupun pada akhirnya zonk, harapan itu Cuma sekedar harapan.

Tapi mungkin bagi sebagian supporter lain hal ini bisa dimaklumi. Mundurnya prestasi PPSM akhir-akhir ini sebenarnya sudah bisa dilihat sejak beberapa musim terakhir. Skuat apa adanya yang biasanya muncul dadakan menjelang bergulirnya kompetisi lalu lambatnya respon ketika prestasi buruk (dalam arti ketika terjadi kekalaha beruntun, manajemen enggan untuk segera evaluasi pelatih atau pemain).

Sebenarnya apa sih yang menyebabkan terjadinya semuan ini? Jawabannya paling mudahnya mungkin adalah pendanaan yang sulit. Lalu apakah benar ini salah manajemen sesuai yang sering dibicarakan netizen Magelang di sosmed-sosmed klub? Menurut saya kok nggak sepenuhnya benar. Manajemen pasti sudah bekerja keras untuk mencarikan dana untuk PPSM. Pemerintah yang kurang tanggap pada pembiayaan klub juga tidak sepenuhnya salah. Klub semi-profesional untuk Liga 2 memang sudah tidak diperbolehkan menggunakan APBD, dan untuk kompetisi amatir Liga 3 meskipun masih diperbolehkan, tapi pasti ada kebutuhan-kebutuhan lain yang harus lebih di prioritaskan, warga Magelang bukan hanya kita pecinta PPSM saja. Kok pemerintah nggak bantu ngeloby mereka agar mau jadi sponsor PPSM saja? Kayaknya juga semudah itu perusahaan mau mensponsori sebuah klub, banyak sisi dan untung rugi yang mereka pertimbangkan.

Kambing hitam yang akan saya salahkan pertama kali adalah lokasi dari Magelang sendiri. Magelang hanyalah kota kecil, kota transit dari dua kota besar yaitu Yogyakarta menuju ke Semarang dan sebaliknya. Bisa dibilang jumlah warga kita masih kalah dibanding dua kota besar tersebut. Sebuah perusahaan mungkin akan berfikir ulang mau memasang logo produknya di jersey dan addboard, dengan biaya yang mungkin tidak berbeda jauh, mereka pasti lebih memilih memberikan ke klub yang bisa menarik masa lebih banyak. Lagipula, keputusan untuk mensponsori atau tidak juga dilihat dari seberapa tingginya jumlah konsumen (yang sudah menggunakan produk) mereka di kota tersebut.

Hal lain yang kerugian dari lokasi Magelang ini adalah, kedua kota besar yang mengapit berdiri dua klub yang mempunyai basis dan prestasi lebih baik dari PPSM. Semarang punya PSIS Semarang yang sudah dulu malang melintang di divisi teratas Liga Indonesia. Bahkan, sebelum PPSM promosi ke Divisi Utama yang membuat PPSM jadi lebih populer bai warga Magelang dan sekitarnya, warga Magelang sendiri dulu tidak sedikit yang mengabdikan diri menjadi pendukung PSIS Semarang. Prestasi tetangga lainnya yaitu PSS Sleman meskipun tidak sementereng PSIS juga bisa dibilang lebih baik dari PPSM Magelang, apalagi setelah besarnya basis suporter ala ultras mereka yaitu Brigata Curva Sud yang membuat sebagian orang ‘gumun’ hingga akhirnya ikut bergabung. Meskipun tidak sebanyak PSS, beberapa warga perbatasan juga ada yang ikut mendukung klub Yogya lain yaitu PSIM Yogyakarta dan Persiba Bantul. Lebih dekatnya jarak Magelang ke Yogyakarta membuat alasan ini bisa dimaklumi.

Selain alasan lokasi diatas, kambing hitam kedua yang akan saya salahkan adalah regenerasi supporter Magelang sendiri. Bisa dibilang PPSM itu mulai dikenal masyarakat luas ketika promosi ke Divisi Utama. Sebelumnya meskipun sudah ada dan sudah bertanding di divisi-divisi bawahnya namun masyarakat belum begitu familiar. Ya maklum lah, karena divisi utama sendiri yang saat itu sebagai kasta kedua sepakbola Indonesia lebih terkenal dibanding divisi-divisi bawahnya, selain lawan-lawan yang lebih berkualitas karena diisi tim-tim sekelas PSIS yang saat itu baru degradasi dari liga teratas, ada juga Persikabo Kab Bogor, Persikota Kota Tangerang, Persipasi Bekasi, Mitra Kukar, Persik Kediri, dll yang saat itu nama mereka sudah lebih dikenal besar di persepakbolaan tanah air. Selain itu divisi utama juga disiarkan di televisi.

Oke kembali ke masalah regenerasi. Semenjak di divisi utama itu sebenarnya PPSM cukup ramai untuk mengundang warga untuk datang ke stadion. Bahkan penulis ingat waktu itu sering bertemu dengan supporter-supporter yang datang dari luar Magelang, mereka adalah orang-orang dari sekitaran Magelang seperti Temanggung, Purworejo dan Wonosobo, bisa dibilang waktu itu PPSM sempat menjadi idola warga Kedu. Alasan ini juga yang membuat pemerintah bangun stadion baru waktu itu. Bahkan ketika Stadion Moch. Soebroto jadi pun sempat sering terisi penuh oleh penonton, terutama dalam pertandingan-pertandingan melawan klub-klub besar. Tapi sayang, perpecahan di tubuh PSSI yang menyebabkan dualisme organisasi yang berimbas pada dualisme liga hingga PPSM pun ikut menjadi dua adalah awal dari kemunduran ini. Kisruhnya sepakbola nasional membuat beberapa supporter enggan untuk datang ke stadion, bukan hanya supporter PPSM sebenarnya, tapi hampir semua klub di tanah air.

Kisruh yang bikin sebagian supporter vakum dari dunia supporteran, banyak yang fokus pendidikan, fokus kerja, dll. Tapi sayang, ketika koompetisi kembali mereka sudah mulai sibuk dengan fokus mereka masing-masing. Bukan hanya sekedar mengamati tapi pengalaman sendiri. Penulis misalnya, meskipun waktu itu tidak sepenuhnya vakum dan masih merasakan perubahan dari ramai ke sepi, saat kompetisi berjalan normal penulis sudah memutuskan kuliah ke luar kota yang akhirnya tidak bisa selalu mengawal PPSM disetiap laga seperti sebelum-sebelumnya. Pun dengan teman-teman ada yang memutuskan merantau keluar kota dan lain sebagainya. Saya rasa itu terjadi pula dengan teman—teman supporter yang lain. Dan sayangnya, tidak diikuti dengan datangnya generasi dibawah kami. Mungkin, karena setelah kisruh itu prestasi PPSM tidak sebagus sebelum-sebelumnya. Hingga akhirnya beberapa tahun belakangan mereka datang ke stadion, tapi belum seramai saat-saat dulu.

Dari beberapa alasan yang menyebabkan kurang populernya PPSM di daerah sendiri hingga kurangnya minat sponsor untuk bekerja sama. Mungkin iniah yang menyebabkan manajemen kesulitan untuk mengurus tim kebanggaan warga Magelang ini.

Ingat musim 2014? Saat PPSM hampir saja degradasi. Ingat nggak kalau saat itu PPSM benar-benar kekurangan dana? Bahkan gaji sempat nunggak dan yang paling mengharukan saat para pemain jadi away ke Semarang dengan sukarela demi supporter. Itu menunjukkan kalau memanajemeni PPSM akhir-akhir ini benar-benar susah. Jadi dengan apa yang terjadi sekarang, rasanya kok tidak terlalu mengagetkan.

Meskipun ada beberapa hal yang bisa membuat maklum. Tapi sebenarnya peluang untuk menjadikan PPSM sebagai tim besar itu masih ada. Asalkan harus ada kemauan untuk kerja keras ditambah kesabaran yang besar dari manajemen, ini akan membutuhkan waktu sedikit lama tapi jika berhasil mungkin PPSM benar-benar akan menjadi tim besar suatu saat nanti.

Biaya untuk mengarungi Liga 2 musim baru sangat besar karena jumlah tim yang lebih sedikit membuat jarak tandang antar klub pun menjadi lebih jauh. Begitupun dengan Liga 3 putaran Nasional. Dengan kondisi PPSM seperti kemarin rasanya juga sedikit susah untuk bisa bertahan dengan gagah sampai akhir.

Momen saat ini seharusnya bisa jadi titik awal untuk kembali membangkitkan PPSM. Liga 3 putaran provinsi musim depan bisa dijadikan momentum kebangkitan PPSM. Peraturan pendanaan yang belum terlalu ketat untuk Liga 3 bisa dimanfaatkan pemerintah untuk membangun tim PPSM yang kuat. Istirahat kompetisi musim ini bisa digunakan untuk mengumpulkan talenta-talenta lokal untuk persiapan mengarungi musim depan, waktu yang lebih lama akan membuat mereka nyetel satu sama lain. Menjelang kompetisi, mungkin bisa kucurkan dana lebih untuk mengontrak beberapa pemain kunci berpengalaman untuk memperkuat tim yang sudah ada. Jadikan PPSM garang di Liga 3 putaran provinsi ini, kalau PPSM kuat dan konsisten dengan grafik bagus, masyarakat akan lebih banyak datang ke Stadion dengan konsisten juga. Apabila masyarakat yang datang ke Stadion banyak, maka insyAllah mencari sponsor untuk kerjasama akan relatif lebih mudah. Penghasilan klub pun akan bertambah dari pemasukan tiket maupun merchandise ataupun jersey yang akhir-akhir ini sedang jadi favotit, dari situ bisa jadi modal untuk membentuk tim bagus lagi di musim selanjutnya dan kompetisi selanjutnya.

Sebenarnya menarik hati masyarakat pecinta bola itu tidak perlu harus jadi tim besar dan bermain dikompetisi tertinggi, andaikan bisa melakukan itupun masyarakat pasti akan senang sekali dan mungkin juga akan ramai. Tapi cara simplenya adalah dengan menunjukkan keseriusan dalam membentuk tim dan berkompetisi ditambah konsistensi. Itu sudah cukup membuat masyarakat pecinta bola bangga dengan tim.

Ini hanyalah sedikit uneg-uneg dari penulis sebagai pecinta PPSM dan peduli dengan kondisi persepakbolaan Magelang. Besar harapan agar PPSM bisa kembali lagi berkompetisi dan segera bangkit menjadi lebih baik. Semoga apabila ada teman-teman yang membaca atau mungkin bapak-bapak pengurus manajemen PPSM, tulisan ini bisa bermanfaat untuk kemajuan sepakbola Magelang terutama PPSM Magelang. Kami semua rindu akan kejayaan PPSM.

Bangkitlah!
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar