Beberapa hari yang lalu media sosial pendukung
PPSM Magelang mendadak ramai. Alasannya, munculnya kabar yang disertai scan-an
surat dari PSSI bahwa hak PPSM untuk mengikuti Liga 3 putaran nasional resmi
gugur. Hilang harapan, setelah beberapa waktu yang lalu PPSM menyatakan absen
dari keikutsertaan di Piala Indonesia, kini berdampak dengan gugur juga hak
untuk main di Liga.
Bagi sebagian supporter, mungkin kabar ini
terlalu mengejutkan. Mengingat, klub yang selalu mereka nanti-nantikan kabar
baiknya malah tiba-tiba muncul dengan kabar yang kurang baik. Apalagi mereka
baru saja diberi harapan dengan adanya pertandingan seremonial peringatan hari
jadi klub ke-99 yang disertai peluncuran jersey spesial ulang tahun juga.
Harapan akan kepastian berkomepetisinya PPSM musim ini juga semakin besar
ketika kemarin ada peluncuran jersey prematch dari apparel reds. Jersey
prematch, jersey resmi spesial 99 tahun dan kebiasaan punya skuat yang biasanya
muncul dadakan ketika menjelang kompetisi, lengkap alasan untuk husnudzon kalau musim ini ikut
kompetisi. Walaupun pada akhirnya zonk,
harapan itu Cuma sekedar harapan.
Tapi mungkin bagi sebagian supporter lain
hal ini bisa dimaklumi. Mundurnya prestasi PPSM akhir-akhir ini sebenarnya
sudah bisa dilihat sejak beberapa musim terakhir. Skuat apa adanya yang
biasanya muncul dadakan menjelang bergulirnya kompetisi lalu lambatnya respon
ketika prestasi buruk (dalam arti ketika terjadi kekalaha beruntun, manajemen
enggan untuk segera evaluasi pelatih atau pemain).
Sebenarnya apa sih yang menyebabkan
terjadinya semuan ini? Jawabannya paling mudahnya mungkin adalah pendanaan yang
sulit. Lalu apakah benar ini salah manajemen sesuai yang sering dibicarakan
netizen Magelang di sosmed-sosmed klub? Menurut saya kok nggak sepenuhnya benar.
Manajemen pasti sudah bekerja keras untuk mencarikan dana untuk PPSM. Pemerintah
yang kurang tanggap pada pembiayaan klub juga tidak sepenuhnya salah. Klub
semi-profesional untuk Liga 2 memang sudah tidak diperbolehkan menggunakan
APBD, dan untuk kompetisi amatir Liga 3 meskipun masih diperbolehkan, tapi
pasti ada kebutuhan-kebutuhan lain yang harus lebih di prioritaskan, warga
Magelang bukan hanya kita pecinta PPSM saja. Kok pemerintah nggak bantu ngeloby
mereka agar mau jadi sponsor PPSM saja? Kayaknya juga semudah itu perusahaan
mau mensponsori sebuah klub, banyak sisi dan untung rugi yang mereka
pertimbangkan.
Kambing hitam yang akan saya salahkan
pertama kali adalah lokasi dari Magelang sendiri. Magelang hanyalah kota kecil,
kota transit dari dua kota besar yaitu Yogyakarta menuju ke Semarang dan
sebaliknya. Bisa dibilang jumlah warga kita masih kalah dibanding dua kota
besar tersebut. Sebuah perusahaan mungkin akan berfikir ulang mau memasang logo
produknya di jersey dan addboard, dengan biaya yang mungkin tidak berbeda jauh,
mereka pasti lebih memilih memberikan ke klub yang bisa menarik masa lebih
banyak. Lagipula, keputusan untuk mensponsori atau tidak juga dilihat dari
seberapa tingginya jumlah konsumen (yang sudah menggunakan produk) mereka di
kota tersebut.
Hal lain yang kerugian dari lokasi
Magelang ini adalah, kedua kota besar yang mengapit berdiri dua klub yang
mempunyai basis dan prestasi lebih baik dari PPSM. Semarang punya PSIS Semarang
yang sudah dulu malang melintang di divisi teratas Liga Indonesia. Bahkan,
sebelum PPSM promosi ke Divisi Utama yang membuat PPSM jadi lebih populer bai
warga Magelang dan sekitarnya, warga Magelang sendiri dulu tidak sedikit yang
mengabdikan diri menjadi pendukung PSIS Semarang. Prestasi tetangga lainnya
yaitu PSS Sleman meskipun tidak sementereng PSIS juga bisa dibilang lebih baik
dari PPSM Magelang, apalagi setelah besarnya basis suporter ala ultras mereka
yaitu Brigata Curva Sud yang membuat sebagian orang ‘gumun’ hingga akhirnya ikut bergabung. Meskipun tidak sebanyak
PSS, beberapa warga perbatasan juga ada yang ikut mendukung klub Yogya lain
yaitu PSIM Yogyakarta dan Persiba Bantul. Lebih dekatnya jarak Magelang ke
Yogyakarta membuat alasan ini bisa dimaklumi.
Selain alasan lokasi diatas, kambing hitam
kedua yang akan saya salahkan adalah regenerasi supporter Magelang sendiri.
Bisa dibilang PPSM itu mulai dikenal masyarakat luas ketika promosi ke Divisi
Utama. Sebelumnya meskipun sudah ada dan sudah bertanding di divisi-divisi
bawahnya namun masyarakat belum begitu familiar. Ya maklum lah, karena divisi
utama sendiri yang saat itu sebagai kasta kedua sepakbola Indonesia lebih
terkenal dibanding divisi-divisi bawahnya, selain lawan-lawan yang lebih berkualitas
karena diisi tim-tim sekelas PSIS yang saat itu baru degradasi dari liga
teratas, ada juga Persikabo Kab Bogor, Persikota Kota Tangerang, Persipasi
Bekasi, Mitra Kukar, Persik Kediri, dll yang saat itu nama mereka sudah lebih
dikenal besar di persepakbolaan tanah air. Selain itu divisi utama juga
disiarkan di televisi.
Oke kembali ke masalah regenerasi.
Semenjak di divisi utama itu sebenarnya PPSM cukup ramai untuk mengundang warga
untuk datang ke stadion. Bahkan penulis ingat waktu itu sering bertemu dengan
supporter-supporter yang datang dari luar Magelang, mereka adalah orang-orang
dari sekitaran Magelang seperti Temanggung, Purworejo dan Wonosobo, bisa
dibilang waktu itu PPSM sempat menjadi idola warga Kedu. Alasan ini juga yang
membuat pemerintah bangun stadion baru waktu itu. Bahkan ketika Stadion Moch.
Soebroto jadi pun sempat sering terisi penuh oleh penonton, terutama dalam
pertandingan-pertandingan melawan klub-klub besar. Tapi sayang, perpecahan di
tubuh PSSI yang menyebabkan dualisme organisasi yang berimbas pada dualisme
liga hingga PPSM pun ikut menjadi dua adalah awal dari kemunduran ini. Kisruhnya
sepakbola nasional membuat beberapa supporter enggan untuk datang ke stadion, bukan
hanya supporter PPSM sebenarnya, tapi hampir semua klub di tanah air.
Kisruh yang bikin sebagian supporter vakum
dari dunia supporteran, banyak yang fokus pendidikan, fokus kerja, dll. Tapi sayang,
ketika koompetisi kembali mereka sudah mulai sibuk dengan fokus mereka
masing-masing. Bukan hanya sekedar mengamati tapi pengalaman sendiri. Penulis
misalnya, meskipun waktu itu tidak sepenuhnya vakum dan masih merasakan
perubahan dari ramai ke sepi, saat kompetisi berjalan normal penulis sudah
memutuskan kuliah ke luar kota yang akhirnya tidak bisa selalu mengawal PPSM
disetiap laga seperti sebelum-sebelumnya. Pun dengan teman-teman ada yang
memutuskan merantau keluar kota dan lain sebagainya. Saya rasa itu terjadi pula
dengan teman—teman supporter yang lain. Dan sayangnya, tidak diikuti dengan
datangnya generasi dibawah kami. Mungkin, karena setelah kisruh itu prestasi PPSM
tidak sebagus sebelum-sebelumnya. Hingga akhirnya beberapa tahun belakangan
mereka datang ke stadion, tapi belum seramai saat-saat dulu.
Dari beberapa alasan yang menyebabkan
kurang populernya PPSM di daerah sendiri hingga kurangnya minat sponsor untuk
bekerja sama. Mungkin iniah yang menyebabkan manajemen kesulitan untuk mengurus
tim kebanggaan warga Magelang ini.
Ingat musim 2014? Saat PPSM hampir saja
degradasi. Ingat nggak kalau saat itu PPSM benar-benar kekurangan dana? Bahkan gaji
sempat nunggak dan yang paling mengharukan saat para pemain jadi away ke
Semarang dengan sukarela demi supporter. Itu menunjukkan kalau memanajemeni
PPSM akhir-akhir ini benar-benar susah. Jadi dengan apa yang terjadi sekarang,
rasanya kok tidak terlalu mengagetkan.
Meskipun ada beberapa hal yang bisa
membuat maklum. Tapi sebenarnya peluang untuk menjadikan PPSM sebagai tim besar
itu masih ada. Asalkan harus ada kemauan untuk kerja keras ditambah kesabaran
yang besar dari manajemen, ini akan membutuhkan waktu sedikit lama tapi jika
berhasil mungkin PPSM benar-benar akan menjadi tim besar suatu saat nanti.
Biaya untuk mengarungi Liga 2 musim baru
sangat besar karena jumlah tim yang lebih sedikit membuat jarak tandang antar
klub pun menjadi lebih jauh. Begitupun dengan Liga 3 putaran Nasional. Dengan kondisi
PPSM seperti kemarin rasanya juga sedikit susah untuk bisa bertahan dengan
gagah sampai akhir.
Momen saat ini seharusnya bisa jadi titik
awal untuk kembali membangkitkan PPSM. Liga 3 putaran provinsi musim depan bisa
dijadikan momentum kebangkitan PPSM. Peraturan pendanaan yang belum terlalu
ketat untuk Liga 3 bisa dimanfaatkan pemerintah untuk membangun tim PPSM yang
kuat. Istirahat kompetisi musim ini bisa digunakan untuk mengumpulkan talenta-talenta
lokal untuk persiapan mengarungi musim depan, waktu yang lebih lama akan membuat
mereka nyetel satu sama lain. Menjelang kompetisi, mungkin bisa kucurkan dana
lebih untuk mengontrak beberapa pemain kunci berpengalaman untuk memperkuat tim
yang sudah ada. Jadikan PPSM garang di Liga 3 putaran provinsi ini, kalau PPSM
kuat dan konsisten dengan grafik bagus, masyarakat akan lebih banyak datang ke
Stadion dengan konsisten juga. Apabila masyarakat yang datang ke Stadion
banyak, maka insyAllah mencari sponsor untuk kerjasama akan relatif lebih
mudah. Penghasilan klub pun akan bertambah dari pemasukan tiket maupun merchandise
ataupun jersey yang akhir-akhir ini sedang jadi favotit, dari situ bisa jadi modal
untuk membentuk tim bagus lagi di musim selanjutnya dan kompetisi selanjutnya.
Sebenarnya menarik hati masyarakat pecinta
bola itu tidak perlu harus jadi tim besar dan bermain dikompetisi tertinggi,
andaikan bisa melakukan itupun masyarakat pasti akan senang sekali dan mungkin
juga akan ramai. Tapi cara simplenya adalah dengan menunjukkan keseriusan dalam
membentuk tim dan berkompetisi ditambah konsistensi. Itu sudah cukup membuat
masyarakat pecinta bola bangga dengan tim.
Ini hanyalah sedikit uneg-uneg dari penulis
sebagai pecinta PPSM dan peduli dengan kondisi persepakbolaan Magelang. Besar
harapan agar PPSM bisa kembali lagi berkompetisi dan segera bangkit menjadi
lebih baik. Semoga apabila ada teman-teman yang membaca atau mungkin
bapak-bapak pengurus manajemen PPSM, tulisan ini bisa bermanfaat untuk kemajuan
sepakbola Magelang terutama PPSM Magelang. Kami semua rindu akan kejayaan PPSM.
Bangkitlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar